Fauzi HasanDoctor of Management Information SystemDoctor of Financial ManagementProfessor of Project Management-American AcademyPresident of American Academy Asia Pacific.
Metode ilmiah adalah sistem terbaik yang kita miliki untuk memahami realitas, namun demikian metode tersebut tidaklah kebal (immune) dari membuat kesalahan. Meskipun kita sebagai peneliti (researcher) ataupun ilmuwan melakukan usaha yang terbaik untuk menghidari terjadinya distorsi pada inferensi logis yang ditentukan.
Kekeliruan logis (logical fallacy) dapat timbul karena kualitas penelitian yang dilakukan di bawah standar, dan hasil penelitian tidak dapat menjelaskan hal-hal yang sebenarnya dari hipotesis yang dibangun dan menjadi basis kegiatan penelitian. Umumnya kekeliruan logis adalah penalaran keliru yang terlihat masuk akal atau membangun kesimpulan (inference) yang salah berdasarkan argument atau premise tertentu. Bagi peneliti adalah penting untuk mengetahui cara menemukan kekeliruan logis serta menghindarinya. Demikian pula peneliti harus mampu untuk mendeteksi, membatalkan, atau memperbaiki argumen dan premise yang digunakan, sehingga dapat sampai pada kesimpulan yang dapat diandalkan (reliable inference )dan sedekat mungkin dengan kebenaran (essential truth).
Kekeliruan paling menonjol adalah kekeliruan terkait dengan inferensi konsekuensi atas premise yang digunakan di dalam membangun hipotesis (affirming consequences), dimana hal ini menekankan pada usaha pembuktian hipotesis dari pada menyangkalnya. Kedua hal ini sangat sulit untuk dibedakan,namun demikian dapat menggiring peneliti pada hasil riset yang salah. Bahkan, hasil yang diamati bisa menjadi hasil yang timbul dari faktor tak terduga. Bukti yang mendukung hipotesis tidak membuktikannya begitu saja, peneliti tidak dapat sepenuhnya mengkonfirmasi hipotesis; dan hanya bisa membantahnya.
Kekeliruan yang juga sering muncul adalah false analogy, pada dasarnya para ilmuwan berasumsi bahwa karena suatu subjek memiliki banyak karakteristik yang sama dengan subjek yang lain, dan mereka akan menyimpulkan bahwa mereka memiliki kesamaan karakterisk. Kesalahan berpikir lain dikenal sebagai bias confirmation dimana peneliti sangat mengandalkan data yang mendukung hipotesis mereka.
Dalam kaitannya dengan penulisan hasil penelitian ilmiah, penulis mengamati sejumlah kemungkinan sumber kekeliruan atau kesalahan penalaran. Seringkali peneliti terjebak di dalam apa yang disebut kekeliruan retoris (rethorical fallacy), atau terkadang disebut kekeliruan informal (informal fallacy). Penulis akademis menggunakan argument dalam membangun hipotesis tetapi tidak benar-benar menggunakannya sebagai premise (propositions) yang mendukung kesimpulan yang dibangun.
Penulisan hasil penelitian (academic writing) juga rentan terhadap kekeliruan statistik (statistical fallacy), penggunaan data dan metode statistik yang salah, atau statistical inference dimana argumen yang diterapkan tidak valid, keliru dan dianggap valid.
Dalam kaitannya dengan kekeliruan retoris, penulis mungkin menyiratkan, atau berasumsi, bahwa sesuatu itu benar karena datang dari orang yang terkenal, pintar, atau dihormati yang mengatakannya. Fenomena bandwagon argument menunjukkan bahwa jika banyak orang percaya hal yang sama, maka kepercayaan itu pasti benar. Fenomena ad hominem sangat subjektif atas unsur kebenaran yang disampaikan oleh subjek tertentu.
Seorang ilmuwan dapat menolak kesimpulan ilmuwan lain dengan menunjukkan bahwa argumen atau premise yang digunakan tidak valid atau tidak benar. Kondisi yang bisa terjadi pada saat ilmuan membangun negating notion dengan argumen yang keliru,fenomena ini dikenal sebagai straw man argument. Fenomena circular reasoning akan menggiring pengambil kesimpulan yang salah karena hanya mendasarkan pada satu premise saja dari sejumlah premise yang membangun hipotesis dari suatu penelitian.
Sering kali pula peneliti terjerembab pada fenomena kekeliruan logis seperti yang dikenal sebagai appeal to ignorance dimana peneliti berasumsi bahwa sesuatu yang tidak terbukti benar pasti adalah salah, atau sesuatu yang tidak terbukti salah pasti benar, dimana tidak satu pun dari asumsi ini valid, karena sesuatu yang tidak terbukti mungkin benar ataupun salah.
Dalam kaitannya dengan pengambilan kesimpulan yang didasarkan pada hasil inferensi data-data statistik, kesalahan yang umum adalah mengasumsikan bahwa karena nilai variable berkorelasi yang satu harus menyebabkan yang lain, dan terkadang korelasi itu adalah palsu (fake correlation) dan terbangun dengan tidak sengaja. Korelasi tidak selalu menyiratkan sebab-akibat (causation), dan dalam konteks lain, fenomena ini sering menunjukkan bahwa suatu fenomena mungkin perlu diteliti lebih lanjut untuk melihat apakah ada makna tersembunyi di balik korelasi tersebut, dan ini ni adalah contoh kesalahan logika informal umum yang disebut cum hoc ergo propter hoc.
Hasil yang signifikan secara statistik pasti penting atau bermakna, namun demikian hal Itu belum tentu selalu demikian. Di dalam uji signifikansi scara statistik (p<0,01), dimana hasilnya akan tidak lebih atau kurang bermakna, hali ini dikarenakan uji-t (t-Test) peka terhadap perbedaan kecil ketika ukuran sampel besar. Signifikansi statistik memungkinkan peneliti untuk menolak hipotesis nol (null hypothesis), hal ini menyimpulkan adanya perbedaan, namun demikian tidak dapat menunjukkan seberapa penting atau bermakna perbedaan itu. Peneliti pada saat melakukan uji statistik, sering mengabaikan base rate atau probabilitas yang terkait dengan ruang populasi dan sample dari subjek entitas yang diteliti dan hanya berfokus pada probabilitas uji hipotesis, hal ini akan membuat mereka memperkirakan hasil temuan mereka terlalu rendah atau terlalu tinggi (under and over estimate).
Peneliti akan cenderung untuk melakukan biased sampling khususnya Ketika peneliti melakukan pemilihan sampel untuk diuji dan kemudian mengeneralisasi hasil pengujian ke populasi yang lebih besar, hal ini akan valid jika sampel mewakili populasi. Sampel acak (random sample) yang dipilih secara terkendali dengan kriteria tertentu dari seluruh populasi dapat membantu memastikan sampel yang representatif dan tidak biased, namun demikian menggunakan convenience sampling, dapat membuat hasilnya kurang dapat digeneralisasikan dan cenderung menggiring peneliti ke dalam kekeliruan logis.
Penelitian di banyak bidang meneliti perubahan dari waktu ke waktu (time series atau lintas ruang, atau variasi lainnya). Penggunaan umum dari hasil tersebut adalah untuk mengekstrapolasi dan memprediksi bahwa tingkat perubahan yang diamati di masa lalu akan berlanjut ke masa depan. Ini bisa bermanfaat, tetapi bisa menyebabkan prediksi yang salah (extrapolation fallacy). Peneliti berasumsi bahwa analisis statistik dapat diandalkan dan valid tanpa mempertanyakan kualitas data yang dianalisis atau relevansi analisis dengan pertanyaan penelitian (hypothesis), dan jika data tidak akurat atau tidak sesuai, metode statistik tidak akan membuatnya menjadi handal.
Kekeliruan logika formal dapat berupa kesalahan dalam menyimpulkan premise-premise suatu argumentasi logis yang menghubungkan antecendent dan consequent, demikian pula dengan proses logika inversi atas kedua subjek yang terkait dalam persamaan logika formal.
Logika formal yang tercermin dalam syllogism yang memungkinkan kita untuk menyimpulkan bahwa kesimpulan itu benar, namun demikian kebenaran tidak sama dengan validitas yang disyaratkan oleh argumentasi. Menggunakan argumen formal sebagaimana terdapat di dalam penalaran deduktif ataupun argumen informal yang berbasis pada kemiripan kesimpulan dalam membangun kesimpulan akhir. Kedua model penalaran (reasoning) pastinya akan menjadi sumber timbulnya kekeliruan logis.
Penulis berharap kajian singkat yang terkait kekeliruan logis dalam pelaksanaan penelitian dapat menjadi bahan telaah lebih lanjut terkait metode dan kegiatan penelitian yang dilakukan, penulis bersedia membicarakannya lebih lanjut untuk manfaat kita bersama.
Sang Penghimpun